[Bismillah]
Di mata syariat, baik suami maupun istri, sama-sama memiliki titik keutamaan dan titik rawan. Titik keutamaan bisa menjadi jalan masuk surga, titik rawan akan menjadi sebab masuk neraka.
Oleh sebab itu, tidak sepatutnya suami istri “eren erenan” (saling iri) terhadap pasangannya.
“Iya, kamu enak jadi istri cuma bla bla bla…”
“Kamu sebagai suami lebih enak, hanya bla bla bla…”
Titik keutamaan suami, misalnya, nafkah yang diberikan untuk keluarganya terhitung sedekah yang paling utama. Bahkan, setiap suap yang dia suapkan pada istrinya bisa bernilai pahala sedekah. Juga, seandainya suami meninggal dalam kondisi sedang mencari nafkah, bisa terhitung sebagai pahala mati fii sabilillah. Masyaallah.
Sebaliknya, titik rawan suami, diantaranya, adalah dayyuts. Jika dia mengetahui istri dan anaknya berbuat dosa, kemudian dia dengan sengaja membiarkannya tanpa udzur syar’i, maka kelak di hadapan Allah dia turut mempertanggungjawabkannya. Sungguh, titik ini rawan sekali.
Dari pihak istri, titik keutamaannya, salah satunya jika dia telah melaksanakan kewajiban rumahtangga dengan baik, dia menjaga sholat lima waktu, memelihara kehormatan, serta tidak mendurhakai suami, maka kelak dia bisa memasuki surga dari pintu mana saja yang dia kehendaki. Indah, bukan?
Namun, titik rawannya, diantaranya jika dia berani mendurhakai suami dalam situasi kondisi yang syariat tidak membenarkannya, dan suami tidak memaafkannya, itu sudah cukup membuatnya terancam dengan siksa neraka. Wajib bagi wanita mewaspadai titik rawan ini.
Oleh karenanya, hentikan segala bentuk iri hati atas peran pasangannya. Tidak ada yang 100% enak, tidak pula ada yang sepenuhnya tidak enak. Peran apapun dalam rumahtangga hakikatnya adalah ujian dari Allah, agar suami istri saling bekerjasama dan bersinergi untuk meraih kebahagiaan dunia akhirat.
Wallahul Muwaffiq. 😊🤝
Ustadz Ammi Ahmad
Leave a Reply