Setiap muslim hendaknya paham bahwa idealnya, pemimpin tidaklah dipilih berdasarkan kehendak rakyat umum, akan tetapi lewat musyawarah orang-orang terpilih yang disebut dengan ahlul hall wal ‘aqd.
Dan paham bahwa hukum tidaklah ditentukan berdasarkan kehendak rakyat atau perwakilan rakyat, melainkan wajib berasal dari Al Hakim Tabaraka wa Ta’ala. Kecuali yang Dia mandatkan kepada manusia untuk mereka tentukan sendiri berupa siyasah syar’iyyah.
Oleh sebab itu, karena pemilihan pemimpin berdasarkan suara terbanyak rakyat umum bukanlah dari syariat Islam, dan penentuan hukum berdasarkan kehendak rakyat bukan pula dari syariat yang mulia ini. Maka setiap muslim mestinya punya sikap bara’ (berlepas diri) dan membenci hal-hal yang bertentangan dengan syariat.
Jika memang diharuskan untuk berpartisipasi dalam pemilihan tersebut, maka semata karena mengambil kerusakan yang terkecil dari dua kerusakan yang tidak bisa dihindari.
Dan jika tidak ada keharusan, maka semestinya sikap seorang muslim adalah menunjukkan bara’ah /penentangan dengan tidak berpartisipasi.
Ini yang kami yakini sebagai sikap yang pertengahan.
Ustadz Ristiyan Ragil Putradianto
Leave a Reply